PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DAN OTONOMI DAERAH
NAMA       : Lucky Dzikra Mauludy
NPM           :
23215862
KELAS       :
1EB17
       Undang - undang Otonomi Daerah
Otonomi daerah
di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Terdapat dua
nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1.   Nilai
Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai
kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara
("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat,
bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara
kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
2.    Nilai
dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang
Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah
bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan
dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan
dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di
Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan
penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke
pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan
kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada
Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar pertimbangan:
1.     Dimensi Politik,
Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan
separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
2.    Dimensi Administratif,
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat
lebih efektif;
3.    Dati II adalah daerah
"ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang
lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar
itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1.     Nyata, otonomi
secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
2.    Bertanggung jawab,
pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di
seluruh pelosok tanah air; dan
3.    Dinamis, pelaksanaan
otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju
Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
1. 
Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah
2.  Undang-Undang
No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
3.  Undang-Undang
No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah
4.  Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
5.  Undang-Undang
No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah
6.  Perpu
No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
7.  Undang-Undang
No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah
B.    
Perubahan Penerimaan Daerah dan Peranan Pendapatan Asli Daerah
Perubahan atas pendapatan, terutama
PAD bisa saja berlatarbelakang perilaku oportunisme para pembuat keputusan,
khususnya birokrasai di SKPD dan SKPKD. Namun, tak jarang perubahan APBD juga
memuat preferensi politik para politisi di parlemen daerah (DPRD). Anggaran
pendapatan akan direvisi dalam tahun anggaran yang sedang berjalan karena
beberapa sebab, diantaranya karena (a) tidak terprediksinya sumber penerimaan
baru pada saat penyusunan anggaran, (b) perubahan kebijakan tentang pajak dan
retribusi daerah, dan (c) penyesuaian target berdasarkan perkembangan terkini.
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan mengapa
perubahan atas anggaran pendapatan terjadi, di antaranya:
·        
Target pendapatan dalam APBD underestimated (dianggarkan terlalu rendah).
Jika sebuah angka untuk target pendapatan sudah ditetapkan dalam APBD, maka
angka itu menjadi target minimal yang harus dicapai oleh eksekutif. Target
dimaksud merupakan jumlah terendah yang “diperintahkan” oleh DPRD kepada
eksekutif untuk dicari dan menambah penerimaan dalam kas daerah.
·        
Alasan penentuan target PAD oleh SKPD dapat dipahami sebagai praktik moral
hazard yang dilakukan agency yang dalam konteks pendapatan adalah sebagai
budget minimizer. Dalam penyusunan rancangan anggaran yang menganut konsep
partisipatif, SKPD mempunyai ruang untuk membuat budget slack karena memiliki
keunggulan informasi tentang potensi pendapatan yang sesungguhnya dibanding
DPRD.Jika dalam APBD “murni” target PAD underestimated, maka dapat “dinaikkan”
dalam APBD Perubahan untuk kemudian digunakan sebagai dasar mengalokasikan
pengeluaran yang baru untuk belanja kegiatan dalam APBD-P. Penambahan target
PAD ini dapat diartikan sebagai hasil evaluasi atas “keberhasilan” belanja
modal dalam mengungkit (leveraging) PAD, khususnya yang terealiasai dan
tercapai outcome-nya pada tahun anggaran sebelumnya.
Kebijakan keuangan daerah diarahkan
untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai sumber utama pendapatan
daerah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam melaksanakan pemerintahan dan
pembangunan daerah sesuai  dengan kebutuhannya guna memperkecil
ketergantungan dalam mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi).
Dengan demikian usaha peningkatan pendapatan asli daerah seharusnya dilihat
dari perspektif yang Iebih luas tidak hanya ditinjau dan segi daerah
masing-masing tetapi daham kaitannya dengan kesatuan perekonomian Indonesia.
Pendapatan asli daerah itu sendiri, dianggap sebagai alternatif untuk
memperoleh tambahan dana yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan
pengeluaran yang ditentukan oleh daerah sendiri khususnya keperluan rutin. Oleh
karena itu peningkatan pendapatan tersebut merupakan hal yang dikehendaki
setiap daerah. (Mamesa, 1995:30)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan
daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi Daerah, basil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah
dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudan
asas desentralisasi. (Penjelasan UU No.33 Tahun 2004).
C.    Pembangunan
Ekonomi Regional
Secara tradisional pembangunan
memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau
Produk Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang
tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto suatu
provinsi, kabupaten, atau kota.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana
pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk
suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999).
Tujuan utama dari usaha-usaha
pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya,
harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan
dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan
memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Todaro, 2000).
Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak
pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada
kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumber daya
manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini
mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari
daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk mencipatakan kesempatan kerja
baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah adalah
suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan institusi – institusi
baru, pembangunan industri – industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga
kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi
pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan
baru.
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan
utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat
daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan
masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah.
Oleh karena itu pemerintah daerah berserta pertisipasi masyarakatnya dan dengan
menggunakan sumber daya-sumber daya yang ada harus mampu menaksir potensi
sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah.
D.    Faktor-faktor
Penyebab ketimpangan
Dalam setiap daerah pasti mengalami permasalahan yang
terjadi baik antar wilayah maupun hanya wilayah itu saja. Seperti halnya dalam
bidang ekonomi ada masanya mengalami ketimpangan antar wilayah. Ketimpangan itu
terjadi karena beberapa faktor.
Berikut faktor-faktor yang
menyebabkan Ketimpangan :
1.   Konsentrasi
Pembangunan Ekonomi
Setiap ekonomi daerah berbeda-beda
tergantung dengan seberapa kuat pemerintahan daerahnya melakukan usaha agar
daerah memiliki pendapatan daerah yang tinggi. Namun jika satu daerah memiliki
pendapatan daerah yang tinggi sedangkan daerah lainnya memliki pendapatan
rendah karena pemerintah daerahnya tidak terkonsentrasi pada pembangunan
ekonomi , hal itu menimbulkan ketimpangan antar wilayah/daerah.
2.   Alokasi Investasi
Investasi yang dilakukan pihak asing
di daerah juga menyebabkan ketimpangan karena tidak semua investor mau
berinvestasi di daerah tergantung oleh SDA yang tersedia dan infrastruktur yang
memadai.
3.  Perbedaan Sumber Daya Alam
Perbedaan SDA yang dimiliki juga menimbulkan
ketimpangan karena tidak semua daerah memiliki sumber daya alam.
4.  Kurang Lancarnya
Perdagangan Antar Provinsi
Tidak semua daerah dapat melakukan
kegiatan perdagangan dengan lancar dan mudah. Di daerah tidak seperti di kota
yang masih terbatais oleh transportasi dan komunikasi yang memadai sehingga
menimbulkan ketimpangan.
5.  Perbedaan Kondisi
Demografis
Kondisi demografis setiap daerah
berbeda tergantung pada tingkat pendidikan , tingkat kepadatan penduduk dan
pertumbuhan penduduknya. Perbedaan kondisi demografis ini berdampak pada
ketimpangan dalam ekonomi seperti pada kegiatan perdagangan.
E.     Pembangunan
Indonesia Bagian Timur
Dalam membangun Kawasan Indonesia Bagian Timur,
terdapat beberapa faktor pokok yang perlu diberikan perhatian lebih mendalam
dalam memformulasikan strategi pengembangannya, yaitu: 
a)     
adanya keanekaragaman situasi dan kondisi daerah-daerah di KTI yang
memerlukan kebijaksanaan serta solusi pembangunan yang disesuaikan dengan
kepentingan setempat (local needs)
b)     
(b) perlunya pendekatan pembangunan yang dilaksanakan secara terpadu dan
menggunakan pendekatan perwilayahan
c)     
(c) perencanaan pembangunan di daerah harus memperhatikan serta melibatkan
peran serta masyarakat.
d)    
(d) peningkatan serta pengembangan sektor pertanian yang tangguh untuk
dapat menanggulangi masalah kemiskinan baik di perdesaan maupun di perkotaan
melalui peningkatan pendapatan masyarakat khususnya dalam bidang agribisnis dan
agroindustri, serta penyediaan berbagai sarana dan prasarana lapangan kerja.
F.     Teori dan analisis Pembangunan ekonomi daerah
Ada beberapa teori dalam pembangunan ekonomi daerah yang umum digunakan,
diantaranya :
1.      Teori Basis
Ekonomi 
Teori ini menjelaskan bahwa dalam pembangunan ekonomi daerah dipengaruhi
oleh permintaan akan barang dan jasa yang dihasilkan dari daerah itu yang akan
dibeli oleh pihak luar/asing.
2.      Teori Lokasi
Setiap daerah dapat menarik investor terutama dibidang industri apabila
daerah itu dekat untuk pengambilan bahan dan dekat dengan pasar. Karena
industri meminimalkan modal dan memaksimalkan keuntungan.
3.      Teori Daya
Tarik Industri
Suatu daerah akan menarik industri apabila memadai dari segi jalan ,
transportasi dan komunikasi yang lancar. Dari industri ini dapat memberikan
pendapatan dan kemajuan ekonomi kepada daerah itu sendiri.
Adapula beberapa metode analisi untuk menganalisi pembangunan ekonomi
daerah , yaitu :
a.       Analisis SS 
Analisis ini memberikan kesimpulan atas perbandingan perekonomian daerah
yang satu dengan daerah lain yang lebih maju ekonominya.
b.       Location
Quotients
Metode ini melihat konsentrasi kegiatan ekonomi suatu daerah dengan daerah
yang lain namun masih sama tingkatannya.
c.       Angka
Penggandaan Pendapatan
Metode angka penggandaan pendapatan membandingkan hasil pendapatan ekonomi
suatu daerah dengan daerah lain dari sektor ekonomi yang baru dilakukan.
d.      Analisis
Input-Output
Metode ini paling sering digunakan karena mempertahankan keseimbangan antar
sektor yang menghasilkan pendapatan di daerah itu.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar